PROTES
ANAK JALANAN
Minggu, 24 Juni 2012
10.43 PM / 22.43 WIB
Perapatan lampu merah Fatmawati
Malam ini aku berniat untuk jemput
bibiku di Bekasi yang habis pulang kampung sama saudaraku. Pas banget lampu
merah nyala dan ngehentiin mobilku sejenak, tiba-tiba aku yang duduk dikursi
depan sama ayah, ngeliat seorang anak kecil yang umurnya paling baru 4 tahunan
bertopikan plastik kresek hitam mainan ditengah jalan tepat didepan mobilku.
Hatiku yang iba ngeliat anak itu dengan spontan mengeluarkan kata-kata bentuk
keprihatinanku untuk anak jalanan itu. Ayah bilang anak itu punya bos, dan
bosnya lagi tidur tanpa mikirin nasib anak itu yang suatu saat bisa aja dapet
musibah ketabrak kendaraan yang melintas disekitar dia. Tapi kata ayah lagi,
dia udah biasa dengan keadaan seperti itu, karena mungkin aja kalau dia ngga
seperti itu dia ngga dapet makan nasi bungkus yang didalemnya kering tempe dan
secentong nasi. Serentak aku langsung ngeluarin kata-kata yang merupakan bentuk
kekecewaanku untuk bos itu. Lampu merah berganti dengan lampu hijau, anak
itupun seperti ngerti kalau udah waktunya dia pergi kepinggir jalan. Tapi
mataku masih ngga bisa luput memandang anak jalanan itu walaupun mobilku mulai
berjalan menjauh dari lampu merah. Rasanya aku mau tau siapa orangtuanya, mau
nyari siapa bosnya, dan mau minta pertanggung jawaban dari pemerintah karena
ngga menyikapi dengan tegas keadaan ini. Ingin banget aku nyulik semua anak
jalanan dan nyekolahin mereka sampe lulus SMA, tapi sepertinya keinginanku sangat
berat karena sekarang ini aku hanya anak SMA yang belum punya penghasilan.
Dibalik itu juga sulit untuk nyekolahin semua anak jalanan karena anak-anak
jalanan itu ngga cuma 1 atau 2 orang aja tapi ada ratusan bahkan ribuan di
Indonesia. Prihatin, sekali lagi rasa iba yang ada dibenakku. Nasibku dan
adik-adikku memang sangat beruntung dibandingkan dengan anak-anak jalanan itu.
Tapi kenapa aku masih aja sering males-malesan untuk menuntut ilmu dan
memperdalam ilmu, padahal mungkin aja kalau aku sukses nanti keinginanku untuk
nyekolahin semua anak jalanan bisa terwujud. Miris, sangat miris jika aku pikir
lebih lanjut lagi. Disaat PARA PEJABAT NEGARA sibuk ngitungin kekayaan HASIL
KORUPSI-nya itu, ternyata banyak masyarakat yang sangat membutuhkan UANG YANG
HARUSNYA KEMBALI LAGI KE RAKYAT. Memalukan, mereka sebagai PEJABAT NEGARA
mungkin sudah tidak mempunyai hati nurani untuk memikirkan rakyatnya. Rasanya aku
pengin marah-marah langsung didepan muka para PEJABAT NEGARA yang terlibat
skandal KORUPSI UANG RAKYAT itu. Ingat lagi soal anak jalanan, bisakah mereka
mendapat pendidikan yang layak? Yang sesuai dengan program “Wajib Belajar 9
Tahun” ? bisakah mereka menikmati kehidupan yang layak kelak? Andai saja para PEJABAT
NEGARA yang SUKA KORUPSI itu berasal dari anak jalanan, mungkin saja mereka
akan lebih menghargai UANG dan KEHIDUPAN. Tapi apakah mungkin negara kita ini
akan mengizinkan anak jalanan yang mempunyai pendidikan tidak cukup baik menjadi seorang yang sukses dan mempunyai
kehidupan layak kelak? Kapan bangsa ini akan memperhatikan anak-anak penerus
bangsa? Mereka merupakan jantung Bumi Pertiwi, bagaimana harusnya mereka
disikapi? Banyak pertanyaan yang ingin aku jawab dengan diri sendiri. Harapan
kami sebagai jantung Bumi Pertiwi, Kalian sebagai pemimpin Negeri saat ini
dapat memperhatikan kami Anak Bangsa agar dapat menjenjang pendidikan yang baik
dengan merata. Supaya kelak kami dapat membangun kehidupan yang lebih baik,
dapat membangun bangsa yang mandiri, dapat membangun kesadaran Nasionalisme
kepada Bangsa Indonesia yang kita cintai. Salam cinta Anak Bangsa untuk
pemimpin Negara yang MENCINTAI KAMI.
Risye Restu Musdama