Rabu, 28 November 2012

artikel pribadi


PROTES ANAK JALANAN
Minggu, 24 Juni 2012

10.43 PM / 22.43 WIB
Perapatan lampu merah Fatmawati

Malam ini aku berniat untuk jemput bibiku di Bekasi yang habis pulang kampung sama saudaraku. Pas banget lampu merah nyala dan ngehentiin mobilku sejenak, tiba-tiba aku yang duduk dikursi depan sama ayah, ngeliat seorang anak kecil yang umurnya paling baru 4 tahunan bertopikan plastik kresek hitam mainan ditengah jalan tepat didepan mobilku. Hatiku yang iba ngeliat anak itu dengan spontan mengeluarkan kata-kata bentuk keprihatinanku untuk anak jalanan itu. Ayah bilang anak itu punya bos, dan bosnya lagi tidur tanpa mikirin nasib anak itu yang suatu saat bisa aja dapet musibah ketabrak kendaraan yang melintas disekitar dia. Tapi kata ayah lagi, dia udah biasa dengan keadaan seperti itu, karena mungkin aja kalau dia ngga seperti itu dia ngga dapet makan nasi bungkus yang didalemnya kering tempe dan secentong nasi. Serentak aku langsung ngeluarin kata-kata yang merupakan bentuk kekecewaanku untuk bos itu. Lampu merah berganti dengan lampu hijau, anak itupun seperti ngerti kalau udah waktunya dia pergi kepinggir jalan. Tapi mataku masih ngga bisa luput memandang anak jalanan itu walaupun mobilku mulai berjalan menjauh dari lampu merah. Rasanya aku mau tau siapa orangtuanya, mau nyari siapa bosnya, dan mau minta pertanggung jawaban dari pemerintah karena ngga menyikapi dengan tegas keadaan ini. Ingin banget aku nyulik semua anak jalanan dan nyekolahin mereka sampe lulus SMA, tapi sepertinya keinginanku sangat berat karena sekarang ini aku hanya anak SMA yang belum punya penghasilan. Dibalik itu juga sulit untuk nyekolahin semua anak jalanan karena anak-anak jalanan itu ngga cuma 1 atau 2 orang aja tapi ada ratusan bahkan ribuan di Indonesia. Prihatin, sekali lagi rasa iba yang ada dibenakku. Nasibku dan adik-adikku memang sangat beruntung dibandingkan dengan anak-anak jalanan itu. Tapi kenapa aku masih aja sering males-malesan untuk menuntut ilmu dan memperdalam ilmu, padahal mungkin aja kalau aku sukses nanti keinginanku untuk nyekolahin semua anak jalanan bisa terwujud. Miris, sangat miris jika aku pikir lebih lanjut lagi. Disaat PARA PEJABAT NEGARA sibuk ngitungin kekayaan HASIL KORUPSI-nya itu, ternyata banyak masyarakat yang sangat membutuhkan UANG YANG HARUSNYA KEMBALI LAGI KE RAKYAT. Memalukan, mereka sebagai PEJABAT NEGARA mungkin sudah tidak mempunyai hati nurani untuk memikirkan rakyatnya. Rasanya aku pengin marah-marah langsung didepan muka para PEJABAT NEGARA yang terlibat skandal KORUPSI UANG RAKYAT itu. Ingat lagi soal anak jalanan, bisakah mereka mendapat pendidikan yang layak? Yang sesuai dengan program “Wajib Belajar 9 Tahun” ? bisakah mereka menikmati kehidupan yang layak kelak? Andai saja para PEJABAT NEGARA yang SUKA KORUPSI itu berasal dari anak jalanan, mungkin saja mereka akan lebih menghargai UANG dan KEHIDUPAN. Tapi apakah mungkin negara kita ini akan mengizinkan anak jalanan yang mempunyai pendidikan tidak cukup baik  menjadi seorang yang sukses dan mempunyai kehidupan layak kelak? Kapan bangsa ini akan memperhatikan anak-anak penerus bangsa? Mereka merupakan jantung Bumi Pertiwi, bagaimana harusnya mereka disikapi? Banyak pertanyaan yang ingin aku jawab dengan diri sendiri. Harapan kami sebagai jantung Bumi Pertiwi, Kalian sebagai pemimpin Negeri saat ini dapat memperhatikan kami Anak Bangsa agar dapat menjenjang pendidikan yang baik dengan merata. Supaya kelak kami dapat membangun kehidupan yang lebih baik, dapat membangun bangsa yang mandiri, dapat membangun kesadaran Nasionalisme kepada Bangsa Indonesia yang kita cintai. Salam cinta Anak Bangsa untuk pemimpin Negara yang MENCINTAI KAMI.



Risye Restu Musdama